Apa Iya Jadi Jurnalis Bisa Bikin Kaya?

Daftar Isi

emhate.com – Muhamad Husni Tamami adalah mahasiswa tingkat akhir di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM), IPB University. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, ia mulai memikirkan masa depan pascakampus. Ia tidak ingin menjadi ‘beban negara’ usai menyandang gelar S, KPm.

Sebenarnya pria yang akrab disapa MHT ini tertarik dengan dunia jurnalistik. Ketertarikannya itu muncul saat duduk di bangku SMA, tepatnya setelah menonton film Negeri 5 Menara yang diadaptasi dari novel karya Ahmad Fuadi dengan judul yang sama. Ketertarikannya dengan jurnalis semakin menjadi-jadi usai membaca buku #2JamBisa Jadi Wartawan karya Redaktur Pelaksana Liputan6.com, Harun Mahbub Billah (Coach HMB).

Debutnya bak jurnalis ketika memberanikan diri membuat blog pribadi yang gratisan hingga punya domain sendiri. Ia menulis layaknya seorang jurnalis, namun bukan menulis soal peristiwa dan bukan juga hasil liputan lapang. Blog pertamanya diisi dengan tulisan-tulisan motivasi yang ia dapatkan dari orang-orang di sekitarnya. Tak jarang ia juga meramaikan blognya dengan konten-konten cerita inspirasi.

Apa yang ia lakukan saat itu memang bukan sebagai jurnalis sesungguhnya. Jurnalis diartikan sebagai orang yang bertugas dan bertanggung jawab mengumpulkan sekaligus membuat tulisan berita. Biasanya seorang jurnalis sudah tergabung dengan media dan memiliki kartu pers sebagai identitasnya.

Kendati belum resmi menjadi jurnalis, semangatnya tak pernah padam. Ia banyak mengeksplorasi tentang jurnalistik di dunia luar, salah satunya di Pramuka. Organisasi kepanduan di Indonesia ini menjadi salah satu wadah yang memberikan jalan dia mengenal jurnalistik.

Mulai dari Pramuka ia banyak mengenal jurnalistik, bahkan menjadi reporter yang menuliskan berita tentang kegiatan kepramukaan. Hasil tulisannya dimuat di majalah khusus Pramuka. Pramuka membuat dia semakin tertarik dengan jurnalistik hingga akhirnya menjadi jurnalis muda IPB Today di bawah Biro Komunikasi IPB University dan sering mengirim tulisan ke Liputan6.com.

Sudah mengenal dengan jurnalistik. Sering membuat tulisan berita. Namun, ada yang mengganjal di benaknya saat memikirkan masa depan pascakampus. Dulu ketertarikan menjadi jurnalis tinggi, seiring berjalannya waktu mulai memudar. Ada satu hal yang sempat membuat dirinya ragu memilih menekuni jurnalis.

“Jurnalis bisa bikin kaya?” Itulah pertanyaan yang terngiang-ngiang di kepalanya. Itu juga yang menjadi salah satu penyebab keraguannya memilih jurnalis sebagai profesi utamanya di pascakampus nanti. Meskipun sebenarnya dia yakin bahwa rezeki sudah diatur oleh Tuhan.

Suatu hari, pria yang hobinya menulis itu bertemu dengan seorang jurnalis TV di salah satu perusahaan media. Dia bertanya, “Kang, apakah jurnalis masa depannya cerah?” Kemudian jurnalis TV itu menjawab, “Kalau mau kaya jangan jadi jurnalis, jadilah pengusaha. Tapi kalau mau banyak belajar, jurnalis adalah jawabannya.” Seketika jawaban itu membuatnya terdiam.

Namun, jawaban itu belum cukup sebab hanya sudut pandang satu orang saja. Di lain hari, ia mendapat kesempatan untuk berdiskusi dengan jurnalis siber di salah satu media nasional. Ia pun menanyakan hal serupa.

“Kalau mau kaya mah jangan jadi jurnalis, tapi jadi pengusaha, dagang seperti Rasulullah SAW,” ujarnya.

Jawaban dari dua jurnalis profesional itu mungkin juga menjadi jawaban yang sama ketika ditanyakan ke beberapa jurnalis yang sudah lama bergelut di dunia jurnalistik. Namun, tidak menutup kemungkinan juga ada yang membantah perihal statment itu. Jurnalis yang punya kedudukan mungkin tidak sependapat dengan pernyataan itu.

Suatu hari penulis buku Perjalanan Jemari Pemuda Negeri ini mengikuti salah satu pelatihan kepenulisan jurnalistik yang diadakan oleh salah satu organisasi mahasiswa di IPB University. Tidak bertanya, hanya saja dia mendapat insight baru yang membuat semakin yakin dengan jurnalis. Sebenarnya dengan jurnalis bisa kaya.

Kok bisa? Dapat dari mana uangnya? Dari uang sumber berita?

Awalnya berpikir jurnalis bisa kaya karena uang dari sumber berita. Bayangan awal, kalau satu berita saja bisa dapat uang dari sumber berita misalnya Rp50.000-100.000, bagaimana jika membuat lebih dari satu berita dalam satu harinya? Mungkin bisa dapat banyak pundi-pundi rupiah.

Tapi itu adalah tindakan yang jelas-jelas dilarang dan melanggar Kode Etik Jurnalistik. Sebagaimana termaktub dalam Pasal Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Jika jurnalis seperti itu masyarakat umum menyebutnya Wartawan Bodrek atau Wartawan Amplop.

Namun bukan dengan cara itu. “Kalau saya menjadi jurnalis, saya akan mengasah keterampilan menulisnya bukan sekadar tulisan produk jurnalistik. Saya akan coba menulis buku yang kemudian dijual dan dapat penghasilan. Lalu mengembangkannya menjadi seorang copywriter agar dapur tetap ‘ngebul’. Bisa juga dengan mengadakan kelas jurnalistik. Bisa juga dengan bisnis kecil-kecilan yang halal. Tentu ini dilakukan di luar jam kerjanya sebagai jurnalis,” kata pria yang ingin menepis soal jurnalis itu tidak bisa kaya.

Menurutnya, menjadi jurnalis bisa kaya. Asalkan dia mau berani mengeksplorasi. Jika dia menjadi jurnalis, dia akan berusaha agar tetap bisa menghidupi hidupnya dan keluarganya (apabila sudah berkeluarga). Sekarang, dia akan fokus menekuni jurnalis di pascakampus nanti.

Dengan begitu, dia bisa tetap berusaha menghidupi dengan jurnalistik sembari belajar dengan narasumber dan fenomena-fenomena yang berkembang di masyarakat. Bila resmi menjadi jurnalis, dia akan berusaha berpegang teguh dengan Kode Etik Jurnalistik. Dia juga akan merasa bangga karena bisa membagikan informasi kepada khalayak luas. Baginya, jurnalis adalah profesi mulia dan menjadi jurnalis adalah perwujudan moto hidupnya yakni “Menebar Kebaikan dan Kemanfaatan”. (Muhamad Husni Tamami)

emhate.com
emhate.com Menulis Tanpa Henti

Posting Komentar